Senin, 01 September 2008

AGAR RAMADHAN PENUH RAHMAT, BERKAH, DAN BERMAKNA

Hari ini kita memasuki bulan suci Ramadhan. Banyak hikmah yang bisa kita
petik di bulan suci dan mulia ini, yang semuanya mengarah pada peningkatan
makna kehidupan, peningkatan nilai diri, maqam spiritual, dan pembeningan
jiwa dan nurani.

Kewajiban puasa ini bukan sesuatu yang baru dalam tradisi keagamaan manusia.
Puasa telah Allah wajibkan kepada kaum beragama sebelum datangnya Nabi
Muhammad Saw. Ini jelas terlihat dalam firman Allah berikut, "Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah:
183)

Ayat ini menegaskan tujuan final dari disyariatkannya puasa, yakni
tergapainya takwa. Namun, perlu diingat bahwa ketakwaan yang Allah janjikan
itu bukanlah sesuatu yang gratis dan cuma-cuma diberikan kepada siapa saja
yang berpuasa. Manusia-manusia takwa yang akan lahir dari "rahim" Ramadhan
adalah mereka yang lulus dalam ujian-ujian yang berlangsung pada bulan
diklat itu.

Tak heran kiranya jika Rasulullah bersabda, "Banyak orang yang berpuasa yang
tidak mendapatkn apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus" (HR.
An-Nasai dan Ibnu Majah). Mereka yang berpuasa, namun tidak melakukan
pengendapan makna spiritual puasa, akan kehilangan kesempatan untuk meraih
kandungan hakiki puasa itu.

Lalu apa yang mesti kita lakukan? Beberapa hal berikut ini mungkin akan bisa
membantu menjadikan puasa kita penuh rahmah, berkah, dan bermakna:

Pertama, mempersiapkan persepsi yang benar tentang Ramadhan.

Bergairah dan tidaknya seseorang melakukan pekerjaan dan aktivitas, sangat
korelatif dengan sejauh mana persepsi yang dia miliki tentang pekerjaan itu.
Hal ini juga bisa menimpa kita, saat kita tidak memiliki persepsi yang
bernar tentang puasa.

Oleh karena itulah, setiap kali Ramadhan menjelang Rasulullah mengumpulkan
para sahabatnya untuk memberikan persepsi yang benar tentang Ramadhan itu.
Rasulullah bersabda,

"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan. Allah mengunjungimu
pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan
doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakan
kalian pada para malaikat-Nya. Maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang
baik dari kalian. Karena orang yang sengsara adalah orang yang tidak
mendapat rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani) .

Ini Rasulullah sampaikan agar para sahabat - dan tentu saja kita semua -
bersiap-siap menyambut kedatangan bulan suci ini dengan hati berbunga.
Maka menurut Rasulullah, sungguh tidak beruntung manusia yang melewatkan
Ramadhan ini dengan sia-sia. Berlalu tanpa kenangan dan tanpa makna apa-apa.

Persepsi yang benar akan mendorong kita untuk tidak terjebak dalam
kesia-siaan di bulan Ramadhan. Saat kita tahu bahwa Ramadhan bulan ampunan,
maka kita akan meminta ampunan pada Sang Maha Pengampun. Jika kita tahu
bulan ini bertabur rahmat, kita akan berlomba dengan antusias untuk
menggapainya. Jika pintu surga dibuka, kita akan berlari kencang untuk
memasukinya. Jika pintu neraka ditutup kita tidak akan mau mendekatinya
sehingga dia akan menganga.

Kedua, membekali diri dengan ilmu yang cukup dan memadai.

Untuk memasuki puasa, kita harus memiliki ilmu yang cukup tentang puasa itu.
Tentang rukun yang wajib kita lakukan, syarat-syaratnya, hal yang boleh dan
membatalkan, dan apa saja yang dianjurkan.

Pengetahuan yang memadai tentang puasa ini akan senantiasa menjadi panduan
pada saat kita puasa. Ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk
meningkatkan kwalitas ketakwaan kita serta akan mampu melahirkan puasa yang
berbobot dan berisi. Sebagaimana yang Rasulullah sabdakan,

"Barang siapa yang puasa Ramadhan dan mengetahui rambu-rambunya dan
memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka itu akan menjadi
pelebur dosa yang dilakukan sebelumnya." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi).

Agar puasa kita bertabur rahmat, penuh berkah, dan bermakna, sejak awal kita
harus siap mengisi puasa dari dimensi lahir dan batinnya. Puasa merupakan
"sekolah moralitas dan etika", tempat berlatih orang-orang mukmin. Latihan
bertarung membekap hawa nafsunya, berlatih memompa kesabarannya, berlatih
mengokohkan sikap amanah. Berlatih meningkatkan semangat baja dan kemauan.
Berlatih menjernihkan otak dan akal pikiran.

Puasa akan melahirkan pandangan yang tajam. Sebab, perut yang selalu penuh
makanan akan mematikan pikiran, meluberkan hikmah, dan meloyokan anggota
badan.

Puasa melatih kaum muslimin untuk disiplin dan tepat waktu, melahirkan
perasaan kesatuan kaum muslimin, menumbuhkan rasa kasing sayang,
solidaritas, simpati, dan empati terhadap sesama.

Tak kalah pentingnya yang harus kita tekankan dalam puasa adalah dimensi
batinnya. Dimana kita mampu menjadikan anggota badan kita puasa untuk tidak
melakukan hal-hal yang Allah murkai.

Dimensi ini akan dicapai, kala mata kita puasa untuk tidak melihat hal-hal
yang haram, telinga tidak untuk menguping hal-hal yang melalaikan kita dari
Allah, mulut kita puasa untuk tidak mengatakan perkataan dusta dan sia-sia.
Kaki kita tidak melangkah ke tempat-tempat bertabur maksiat dan kekejian,
tangan kita tidak pernah menyentuh harta haram.

Pikiran kita bersih dari sesuatu yang menggelapkan hati. Dalam pikiran dan
hati tidak bersarang ketakaburan, kedengkian, kebencian pada sesama,
angkara, rakus dan tamak serta keangkuhan.

Sahabat Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata, "Jika kamu berpuasa, maka
hendaknya puasa pula pendengar dan lisanmu dari dusta dan sosa-dosa.
Tinggalkanlah menyakiti tetangga dan hendaknya kamu bersikap tenang pada
hari kamu berpuasa. Jangan pula kamu jadikan hari berbukamu (saat tidak
berpuasa) sama dengan hari kamu berpuasa."

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan dia mengamalkannya
maka Allah tidak menghajatkan dari orang itu untuk tidak makan dan tidak
minum." (HR. Bukhari dan Ahmad dan lainnya)

Mari kita jadikan puasa ini sebagai langkah awal untuk membangun gugusan
amal ke depan.

Sumber:
30 Tadabbur Ramadhan, MENJADI HAMBA ROBBANI, Meraih Keberkahan Bulan Suci

Penulis:
Dr. Achmad Satori Ismail, Dr. M. Idris Abdul Shomad, MA
Samson Rahman, Tajuddin, MA, H. Harjani Hefni, MA
A. Kusyairi Suhail, MA, Drs. Ahlul Irfan, MM, Dr. Jamal Muhammad, Sp.THT

Source: IKADI

Tidak ada komentar: