Rabu, 20 Agustus 2008

Mengatasi Kecewa

Kecewa… ketika seseorang keberadaannya dinafikan, ketika ia merasa
tidak dilibatkan dalam setiap keputusan. Ia merasa hanya menjadi
pelengkap suatu organisasi. Atau ia merasa, kapabilitasnya tidak
sesuai dengan kedudukannya dalam suatu organisasi..
Keikhlasan dan semangatnya yang dulu seterang matahari di siang hari,
secerah purnama dimalam yang terang, tiba-tiba meredup, tertutup awan
kelam…

Kecewa meradang… sanggupkah aku bertahan dalam himpitan batin yang
menyiksa ini? Apakah lebih baik jika aku mengundurkan diri, lalu
menjadi orang luar atau penonton saja tanpa harus pusing memikirkan
segala permasalahan ?

Ujian berupa kekecewaan kadang dapat melemahkan dan mematikan,
tergantung kadar keimanan seseorang, kadang kekecewaan hanya
menyebabkan kelemahan sesaat, dengan sedikit sentuhan, ia kembali
mampu "menghadapkan wajah" menyongsong tantangan.

Tetapi jika iman seseorang yang kecewa itu lemah, kekecewaannya kian
hari kian bertambah, syetan merayunya dengan segala tipuan, dari kiri
dan kanan, maka kalau sudah begini, ia malah membenarkan dirinya
dalam segala tindakan; keluar dari organisasi dengan
melemparkan "debu" kebelakangnya, mencaci bahkan menfitnah.

Bagaimana mensiasati rasa kecewa ?

Mensiasati kekecawaan bisa dimulai dengan cara yang sederhana, yaitu
dengan pertanyaan; mengapa kecewa ? jika ia kecewa atas perlakuan
seseorang / sekelompok orang maka ia harus menyampaikannya kepada
yang bersangkutan, kenapa kamu begini dan begitu ? tetapi jika ia
kecewa terhadap sekelompok orang maka yang termudah ialah ia
menyampaikan "uneg-uneg"nya pada forum dimana sekelompok orang
tersebut berkumpul. Sebab menyampaikan kekecewaan dan tidak
memendamnya adalah solusi yang jitu, membiarkan kekecewaan berlarut-
larut dan bertumpuk sama dengan memendam bom waktu didalam otak kita.

Cara kedua adalah bertanya pada diri sendiri ; apa benar saya
ikhlas ? kadang Allah SWT menguji keikhlasan kita dengan berbagai
ujian, bisa positif bisa pula negatif. Ujian positif misalnya dengan
hal-2 yang menyenangkan seperti pujian, kedudukan, penghormatan dan
lain sebagainya. Sedangkan ujian negatif misalnya dinafikan,
ditempatkan pada kedudukan yang tidak sesuai dengan kapabilitas,
dicela dan lain seterusnya.

Kholid bin Walid dari masa jahiliyahnya adalah seorang panglima yang
sulit dicari tandingannya. Pada perang Uhud ia telah menunjukkan
keahliannya dengan mengobrak-abrik pasukan kaum muslimin. Ketika ia
memutuskan untuk masuk Islam, pada perang Tabuk, ia berhasil
menghalau pasukan Rumawi yang jumlahnya 300 ribu sementara pasukan
kum muslimin hanya 30 ribu. Kholid bin Walid (Rodhiallahu `anh)
menjadi Panglima hingga masa kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq.
Tetapi di masa Kekhalifahan Umar bin Khothob, ia hanya menjadi
tentara biasa, karena Umar melepas kedudukannya.

Ketika seseorang bertanya kepadanya; "mengapa kamu mau menerima ini"
(pelepasan jabatannya) Kholid menjawab; "Aku berperang karena Allah,
bukan karena Umar". Dan disaat banyak syetan membisikinya untuk
memberontak, ia mengatakan "Saya bersaksi, tidak akan ada
pemberontakan selama Umar yang menjadi pemimpin". Malah ia ketika
menjadi prajurit biasa semangatnya makin menyala, dan keberaniannya
makin menjadi, ketika hal ini ditanyakan kepadanya, ia
menjawab; "dulu ketika aku menjadi panglima, kematianku dapat
meluluhkan semangat banyak orang, tetapi kini jika aku mati, tidak
ada orang yang akan kehilangan semangat".

Demikianlah sepenggal kisah shahabat, mudah2an dapat menjadi ibroh
bagi kita, untuk senantiasa melatih kesabaran dan keikhlasan,
dimanapun posisi kita, disitu pasti kita bisa tetap beramal. semoga
Allah memberikan pertolongannya kepada kita untuk senantiasa
istiqomah dalam jalan da'wah ini hingga kita mendapatkan "Isy
kariiman, Au mut Syahiidan" (hidup dalam kemuliaan, atau mati dalam
ke-syahid-an).

abu-kholid

Tidak ada komentar: